IFRAME SYNC
mgid.com, 756093, DIRECT, d4c29acad76ce94f google.com, pub-2441454515104767, RESELLER, f08c47fec0942fa0

Pengamat Politik Terkesan Asal Nyerocos Komentari Pembangunan Jamban Oleh Kejari Kabupaten Tangerang


TANGERANG, posindonesianews.id – Pemberitaan mengenai pembangunan jamban yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang, Banten, semakin mengundang polemik. Bahkan oknum yang disebut sebagai Pengamat Politik pun mulai ikut nimbrung menjadi ‘pengamat jamban’, namun terkesan ngelantur dan bahkan menghakimi konteks di balik pemberitaan pembangunan jamban oleh Kejaksaan tersebut.

Menurut Pesta Tampubolon selaku Ketua DPD Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO-I), seorang pengamat itu harus bijak dan luas wawasannya dan tidak asal nyerocos apalagi sampai menyebut media sebagai media abal-abal.

“Kalau hanya berdasarkan karena media tidak terdaftar di Dewan Pers disebutnya media itu abal-abal, berarti si pengamat itu kurang jauh pikniknya dan sangat sempit pengetahuannya mengenai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tapi terlampau membiarkan bicara,” ujar Pesta Tampubolon, Rabu ( 31/7/2024) di Tangerang.

“Sama saja pengamat itu menuduh, bahwa Ketua Dewan Pers yang sekarang menjabat Ibu Ninik Rahayu sebagai Ketua Dewan Pers Abal-Abal. Karena dia sendirilah yang mengatakan, ‘setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers’. Hal itu dinyatakan Ninik Rahayu dalam keterangan resminya, tanggal 4 April 2024 lalu,” jelas Pesta.

Selanjutnya, gara-gara pengamat itu sembarangan mendiskreditkan menuduh media abal-abal, akhirnya semakin mengetahui SDM dan kredibilitas pengamat itu memandang fungsi dan peran media dari sudut pandang sempit.

Menurut dia, seharusnya para pengamat harus sadar bahwa nama dia dibesarkan oleh media tanpa memandang kelas media yang memberitakan dia. “Tapi itulah, orang pintar belum tentu bijak,” katanya.

“Sudah banyak pengamat politik ternama di Indonesia ini sering saya lihat tampil di Media Televisi besar Nasional, namun belum pernah saya mendengar nada bicaranya seperti itu berani melecehkan media. Memang sekarang ini semakin banyak orang yang membuat keblinger,” katanya lagi.

Masih menurutnya, kalau patokannya hanya karena suatu media tidak terdaftar di Dewan Pers, dituding menjadi media abal-abal, berarti kita (media : red) juga bisa berseloroh menyebut sebagai pengamat abal-abal dalam tanda kutip.

Ini harus dipertegas kepada pengamat tersebut, apa kualifikasinya sampai dia mampu mengelompokkan sebagai media abal-abal dan tidak abal-abal. Sedangkan Ibu Ninik Rahayu saja yang notabene sebagai Ketua Dewan Pers tidak pernah menyebutkan bahwa media yang tidak terdaftar di Dewan Pers sebagai media abal-abal,” katanya.

Sementara itu, adapun jaminan kebebasan pers di Indonesia merupakan bentuk pelaksanaan UUD 1945 Pasal 28 telah mengatur kebebasan berserikat dan berkumpul dengan bunyi selengkapnya sebagai berikut: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya yang ditetapkan dengan undang-undang.

Landasan kebebasan pers di Indonesia ditegaskan kembali dengan lahirnya UU Nomor 40 Tahun 1999 dengan berbagai pertimbangan pembentukan sebagai berikut, salah satunya yaitu:

Pers nasional adalah wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dari pembentuk opini harus dapat menjalankan asas, fungsi, hak, kewajiban dan berjanji dengan sebaik-baiknya berdasarkan independensi pers yang profesional sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari dimanapun. (Redaksi)

Berita Terkait

Top